DJP: Pedagang Eceran Tidak Perlu Buat E-Faktur Pajak

Jakarta,- Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak ( DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan pedagang eceran tidak dikenakan aturan soal faktur elektronik atau e-faktur.

Aturan ini hanya dikenakan bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang pembeli barangnya bukan customer akhir seperti yang dilakukan pedagang eceran.

“Kalau pedagang eceran enggak perlu membuat e-faktur, faktur biasa saja, jadi bisa tanpa melalui sistem kami,” kata Yoga saat ditemui di kantor pusat DJP, Jakarta Pusat, Jumat (5/1/2018).

Yoga menjelaskan, aturan e-faktur diadakan dalam rangka memberi perlakuan yang sama terhadap mereka yang sudah patuh dengan yang belum mematuhi aturan perpajakan.

Dalam hal ini, DJP menyasar pembeli orang pribadi yang bertransaksi dengan PKP dalam jumlah besar, namun kerap mengaku belum punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Para pembeli yang dimaksud ini membeli bahan baku atau barang untuk usaha mereka dalam skala besar.

Bahkan, tidak jarang mereka membeli barang langsung dari pabrik hingga miliaran rupiah untuk sekali transaksi.

“Kalau beli kain dari pabrik di Bandung, misalnya, sebulan sekali belinya 100 bal, enggak mungkin dipakai sendiri. Pasti dijadikan pakaian atau dijual lagi, tapi dia tidak mau memiliki NPWP, tidak mau masuk ke dalam sistem perpajakan,” tutur Yoga.

Adapun untuk membuat e-faktur, PKP wajib memasukkan NPWP pembeli yang melakukan transaksi.

 

Jika pembeli tersebut tetap mengaku belum punya NPWP, maka bisa digantikan dengan mengisi Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada pada KTP elektroniknya, sehingga DJP tetap bisa memantau pembeli tersebut.

Maka dari itu, khusus untuk pedagang eceran, tidak diberlakukan kebijakan tersebut karena dinilai akan merepotkan.

Yoga mencontohkan, akan sangat tidak efisien jika pembeli yang hanya membeli sejumlah barang di minimarket harus menyebutkan NPWP atau NIK mereka setiap kali bertransaksi.

Sebelumnya, DJP sempat menyatakan untuk memberlakukan aturan ini pada 1 Desember 2017 lalu.

Namun, pemberlakuan aturan itu ditunda hingga 1 April 2018 karena pihak-pihak terkait belum siap dan masih belum terbiasa dengan kebijakan tersebut.

 

sumber : www.kompas.com